Minggu, 04 Mei 2014

ASKEP SKEBIES



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestisasi dan sensitisasi terhadap sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya.Sinnim dari penyakit ini adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo.
Penyakit scabies ini merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal sarcoptes scabei tersebut, kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli atau terowongan lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 centimeter.
Akibatnya, penyakit ini menimbulkan rasa gatal yang panas dan edema yang disebabkan oleh garukan.Kutu betina dan jantan berbeda. Kutu betina panjangnya 0,3 sampai 0,4 milimeter dengan empat pasang kaki, dua pasang di depan dengan ujung alat penghisap dan sisanya di belakang berupa alat tajam. Sedangkan, untuk kutu jantan, memiliki ukuran setengah dari betinanya. Dia akan mati setelah kawin. Bila kutu itu membuat terowongan dalam kulit, tak pernah membuat jalur yang bercabang.
Syarat obat yang ideal adalah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak menimbulkan iritasi dan toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah.




BAB II
KONSEP MEDIS

A.  KONSEP MEDIS
1.    Pengertian
Scabies (the itch, gudik, budukan, gatal agogo) adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap sarcoptes scabiei var.hominis dan produknya ( Mansjoer, 2000 : 110).
Faktor penunjang penyakit ini antara lain sosial ekonomi rendah, hygiene buruk, sering berganti pasangan seksual, kesalahan diagnosis, perkembangan demografis serta ekologik.
Penyakit scabies merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal sarcoptes skabei, kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli atau terowongan lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 sentimeter.

2.    Epidemiologi
Skabies ditemukan disemua negara dengan prevalensi yang bervariasi.Dibeberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6 % - 27 % populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja. (sungkar, s, 1995).
Ada dugaan bahwa setiap sikius 30 tahun terjadi epidemi scabies. Banyak factor yang menunjang perkembangan penyakit ini antara lain social ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas (ganti-ganti pasangan), kesalahan diagnosis dan perkembangan demografi serta ekologi. Selain itu faktor penularannya bisa melalui tidur bersama dalam satu tempat tidur, lewat pakaian, perlengkapan tidur atau benda-benda lainnya.

3.    Etiologi
Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda , kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis.Kecuali itu terdapat S. Scabiei yang lainnya pada kambing dan babi.Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata.Tungau ini transient, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron 4 x 150 – 200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50 . Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 – 12 hari.(Handoko, 2001).
Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 – 4 hari, kemudian larva meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi. (Mulyono, 1986).
Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7 – 14 hari.Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa.Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang.(Andrianto dan Tang Eng Tie, 1989).

4.    Klasifikasi
Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk tersebut antara lain (Sungkar, 1995):


a.    Scabies pada orang bersih(scabies of cultivated).
Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan.
b.    Scabies nodular
Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan masih bisa terjadi. Skabies incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit lain.
c.    Scabies pada bayi dan anak
Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal.Nodus biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan aksila.Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau scabies.Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan.Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti scabies dan kortikosteroid.
d.    Scabies terbaring ditempat tidur
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.(Harahap.M, 2000).
e.    Skabies yang ditularkan melalui hewan.
Di Amerika, sumber utama skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan skabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela jari dan genitalia eksterna.Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering kontak/memeluk binatang kesayangannya yaitu paha, perut, dada dan lengan.Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah.Kelainan ini bersifat sementara (4 – 8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena S. scabiei var. binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.
f.      Scabies Norwegia atau scabies krustosa.
Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal.Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga bokong, siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang dapat disertai distrofi kuku.Berbeda dengan skabies biasa, rasa gatal pada penderita skabies Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak (ribuan).Skabies Norwegia terjadi akibat defisiensi imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal membatasi proliferasi tungau dapat berkembangbiak dengan mudah.
g.    Skabies pada bayi dan anak.
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan.Pada bayi, lesi di muka.(Harahap.M, 2000).

5.    Patofisiologi
            Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya dari tungau scabies, akan tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan gatal akibat sensitisasi terhadap secret dan ekssekret tungau kurang lebih sebulan setelah infestasi. Bergandengan tangan atau bersalaman tangan menyebabkan kontak kulit yang kuat, menyebabkan lesi timbul pada pergelangan tangan.
            Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtikaria, dll.Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.

6.    Manifestasi klinis
Diagnosis dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal berikut:
a.    Pruritus nokturna ( gatal pada malam hari ) karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
b.    Umumnya ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya mengenai seluruh anggota keluarga.
c.    Adanya terowongan ( kunikulus ) pada tempat – tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu – abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata – rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulit menjadi polimorfi ( pustull, ekskoriasi dll). Tempat predileksi biasanya daerah dengan stratum korneum tipis, yaitu sela – sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mammae dan lipat glutea, umbilicus, bokong, genitalia eksterna, dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kai bahkan seluruh permukaan kulit. Pada remaja dan orang dewasa dapat timbul pada kuli kepala dan wajah.
d.    Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostic
e.    Pada pasien dengan hygiene terjaga, lesi yang timbul hanya sedikit sehingga diagnosis kadangkala sulit ditegakkan. Jika penyakit berlangsung lama, maka dapat timbul likenifikasi, impetigo, dan furunkulosis.

7.    Pemeriksaan penunjang
Bila gejala klinis spesifik, diagnostik skabies mudah ditegakkan.Tetapi penderita datang dengan lesi yang bervariasi, sehingga diagnostik sulit untuk ditegakkan.Pada umumnya diagnostik klinis ditegakkan bila ditemukan dua dari empat cardinal sign. Beberapa cara yang digunakan untuk menemukan tungau dan produknya yaitu :
a.    Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi minyak mineral atau KOH 10% lalu dilakukan kerokan dengan menggunakan scalpel steril yang bertujuan untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli.Bahan penelitian diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan kaca penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.
b.    Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan ke dalam terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya kemudian dikeluarkan.Bila positif, tungau terlihat pada ujung jarum sebagai parasit yang sangat kecil dan transparan.Cara ini mudah dilakukan tetapi perlu keahlian tinggi.
c.    Tes tinta pada terowongan ( Burrow ink test )
Identifikasi terowongan bisa dibantu dengan cara mewarnai daerah lesi dengan tinta warna hitam. Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30 menit. Setelah tinta tersebut dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut akan terlihat lebih gelap dibanding kulit disekitarnya, karena akumulasi tinta dalam terowongan. Tes akan dinyatakan positif bila terbentuk gambaran kanikula yang khas berupa garis menyerupai bentuk zig-zag.
d.    Membuat biopsi irisan ( Epidermal shave biopsi )
e.    Diagnosis pati dapat melalui identifikasi tungau, telur atau skibala melalui mikroskopik. Ini dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk kemudian diiris tipis, dan dilakukan irisan superficial secara menggunakan pisau dan berhati-hati melakukannya agar tidak berdarah. Kerokan tersebut kemudian diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop.
f.      Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli. Setelah dibersihkan dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut akan memberikan fluoresensi kuning keemasan pada kanalikuli.
Dari berbagai macam pemeriksaan tersebut, pemeriksaan kerokan kulit merupakan cara yang paling mudah dan hasilnya cukup memuaskan. Agar pemeriksaan berhasil, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni:
a)      Kerokan harus dilakukan pada lesi yang utuh (papula, kanalikuli) dan tidak dilakukan pada tempat dengan lesi yang tidak spesifik.
b)      Sebaiknya lesi yang akan dikerok diolesi terlebih dahulu dengan minyak mineral agar tungau dan produknya tidak larut,  sehingga dapat menemukan tungau dalam keadaan hidup dan utuh.
c)      Kerokan dilakukan pada lesi di daerah predileksi.
d)      Oleh karena tungau terdapat dalam stratum korneum maka kerokan harus dilakukan di superficial dan menghindari terjadinya perdarahan. Namun karena sulitnya menemukan tungau maka diagnosis scabies harus dipertimbangkan pada setiap penderita yang datang dengan keluhan gatal yang menetap.

8.    Penatalaksanaan
            Syarat obat yang ideal ialah efektif terhadap semua stadium tungau adalah tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah diperoleh, dan harganya terjangkau.
Jenis obat topical :
a.    Belerang endap ( sulfur presipitatum) 4- 20 % dalam bentuk salep atau krim
b.    Emulsi benzyl – benzoate 20 – 25 % efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama 3 kali.
c.    Gama benzene heksa klorida (gameksan) 1% dalam bentuk krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan dan jarang member iritasi.
d.    Krotamiton 10% dalam krim atau losio mempunyai dua efek, sebagai antiskabies dan antigatal.
e.    Krim permetrin 5 % merupakan obat yang paling efektif dan aman karena sangat mematikan untuk parasit sarcopta scabiei dan memiliki toksisitas rendah pada manusia.
            Terdapat beberapa terapi untuk skabies yang memiliki tingkat efektivitas yang bervariasi.Faktor  yang berpengaruh dalam keberhasilan yang antara lain umur pasien, biaya pengobatan, berat derajat erupsi, dan factor kegagalan terapi yang pernah diberikan sebelumnya. Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan tubuh kecuali  area wajah dan kulit kepala, dan lebih difokuskan di daerah sela-sela jari, inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga.
            Pada pasien anak dan scabies berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus dioleskan skabisid topikal.Pasien harus diinformasikan bahwa walaupun telah diberikan terapi skabisidal yang adekuat, ruam dan rasa gatal di kulit dapat tetap menetap hingga 4 minggu. Jika tidak diberikan penjelasan, pasien akan beranggapan bahwa pengobatan yang diberikan tidak berhasil dan kemudian akan menggunakan obat anti scabies secara berlebihan. 20 Steroid topikal, anti histamin maupun steroid sistemik jangka pendek dapat diberikan untuk menghilangkan ruam dan gatal pada pasien yang tidak membaik setelah pemberian terapi skabisid yang lengkap.
Edukasi pada pasien skabies :
a. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.
b.    Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan pada
c.    malam hari sebelum tidur.
d.    Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
e.    Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur dan
f.      bila perlu direndam dengan air panas.
g.    Jangan ulangi penggunaan skabisid yang berlebihan dalam seminggu
h.    walaupun rasa gatal yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.
i.      Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan yang sama dan ikut menjaga kebersihan

9.    Cara penularan
Cara penularan :
a.    Kontak langsung ( kulit dengan kulit ), misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual.
b.    Kontak tak langsung ( melalui benda ) misalnya pakaian,handuk, sprei, bantal, dll.
Penularan biasanya oleh sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau bentuk larva. Dikenal pula sarcoptes scabiei var.animalis yang kadang – kadang dap menulari manusia, terutama yang memiliki binatang peliharaan seperti anjing.

10.    Pencegahan
            Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-orang yang kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal skabisid.Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran scabies karena seseorang mungkin saja telah mengandung tungau scabies yang masih dalam periode inkubasi asimptomatik. Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal, handuk dan pakaian yang digunakan dalam 5  hari terakhir, harus dicuci bersih dan dikeringkan dengan udara panas karena tungau scabies dapat hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet dan kain pelapis lainnya sehingga harus dibersihkan (vacuum cleaner).

11.   Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul pada penyakit Scabies adalah :
a.       Pioderma
b.      Furunkulosis
c.       Impetigo
            Infeksi sekunder pada pasien skabies merupakan akibat dari infeksi bakter atau karena garukan.Keduanya mendominasi gambaran klinik yang ada.Erosi merupakan tanda yang paling sering muncul pada lesi sekunder.Infeksi sekunder dapat ditandai dengan munculnya pustul, supurasi, dan ulkus.  Selain itu dapat muncul eritema, skuama, dan semua tanda inflamasi lain pada ekzem sebagai respon imun tubuh yang kuat terhadap iritasi. Nodul-nodul muncul pada daerah yang tertutup seperti bokong, skrotum, inguinal, penis, dan axilla. Infeksi sekunder lokal sebagian besar disebabkan oleh  Staphylococcus aureus  dan biasanya mempunyai respon yang bagus terhadap topikal atau antibiotic oral, tergantung tingkat  pyodermanya.  Selain itu, limfangitis dan septiksemia dapat juga terjadi terutama pada skabies Norwegian, post-streptococcal glomerulonephritis bisa terjadi karena skabies-induced pyodermas yang disebabkan oleh Streptococcus pyogens.

12.    Prognosis
            Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Pada individu yang immunocompetent, jumlah tungau akan berkurang seiring waktu.  Infestasi scabies dapat disembuhkan. Seorang individu dengan infeksi scabies, jika diobati dengan benar, memiliki prognosis yang baik, keluhan gatal dan ekzema akan sembuh.





BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

1.    Pengkajian
a.       Biodata
b.      Riwayat kesehatan
1)      Keluhan utama
Apakah pasien  merasakan gatal terutama pada malam hari ?
2)      Riwayat kesehatan sekarang
Apakah pasien mulai merasakan gatal yang memanas dan kemudian menjadi edema karena garukan akibat rasa gatal yang sangat hebat ?
3)      Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pasien  pernah masuk R.S karena alergi dan sering barganti pakian dengan orang lain. ?
4)      Riwayat kesehatan keluarga
Apakah dalam keluarga pasien ada yang menderita penyakit seperti yang klien alami?
c.       Pemeriksaan fisik.
1)      Tanda-tanda vital
Mengkaji TTV pada pasien secara rutin.
2)      Keadaan umum
3)      Keadaan umum tergantung pada berat ringannya penyakit yang dialami oleh klien dari komposmentis apatis, samnolen, delirium, spoor, dan koma.
4)      Pemeriksaan Head to Toe
a)    Kulit
Inspeksi : warna kulit
Palpasi : turgor kulit, ada edema, ada lesi.
b)   Mulut
Inspeksi : bentuk mulut, lidah, dan gigi.
c)    Paru
Inspeksi : simetris antara kanan dan kiri
Palpasi : getaran rocal femitus sama antara kanan dan kiri
Perkusi : resonan
Auskultasi : normal
d)   Abdomen
Inspeksi : perut datar, simetris
Palpasi : getaran rokal femitus sama antara kanan dan kiri.
e)    Ekstremitas
Atas : lengkap, tidak ada kelainan.
Bawah : lengkap normal, ada tidaknya kelainan.

2.       Diagnosa Keperawatan
a.    Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.
b.    Nyeri akut berhubungan dengan lesi kulit.
c.    Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan inadekuat informasi

3.       Intervensi
a.    Nyeri akut berhubungan dengan lesi kulit.
Tujuan Dan Kriteria Hasil:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam pasien memperlihatkan pengendalian nyeri yang dibuktikan oleh indikator
1)   Menganali awitan nyeri
2)   Menggunakan tindakan-tindakan pencegahan
3)   Melaporkan nyeri dapat dikendalikan
Intervensi Keperawatan:
1)   Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala (1 sampai 10).
2)   Berikan tindakan perawatan dengan tidak terburu-buru dengan sikap yang mendukung.
3)   Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis (misalnya umpan balik, biologis, relaksasi,kompres hangat atau dingin dan masase)
4)   Kolaborasi pemberian obat anlgetik.

b.    Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.
Tujuan Dan Kriteria Hasil:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam pasien menunjukkan integritas kulit yang dibuktikan indikator sebgai berikut:
1)   Suhu, elastisitas ,hidrasi, dan sensasi normal
2)   Perfusi jaringan normal
3)   Keutuhan kulit normal
Intervensi Keperawatan:
1)   Inspeksi danya kemerahan, pembengkakan, atau tanda-tanda dehisisensi atau eviserasi pada area insisi.
2)   Pertahankan jaringan sekitar terbebas dari drainase dan kelembapan yang berlebihan.
3)   Ajarkan perawatan luka  pada pasien atau keluarga
4)   Gunakan unit TENS (transcutaneous electrical nerve stimulating) untuk peningkatan proses penyembuhan luka jika perlu

c.    Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan inadekuat informasi
Tujuan Dan Kriteria Hasil:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam pasien memperlihatkan pengetahauan yang dibuktikan oleh indikator pasien dan keluarga:
1)   Mengidentifikasi kebutuhan terhadap informasi tambahan tentang program terapi (pencegahan penularan dan infeksi)
2)   Memperlihatkan kemampuan (menjaga personal hygiene)
Intervensi Keperawatan:
1)      Periksa keakuratan umpan balik untuk memastikan bahwa pasien memahami program terapi dan informasi lainnya yang relevan
2)      Berinteraksi dengan pasien dengan cara yang tidak menghakimi untuk memfasilitasi pembelajaran
3)      Berikan penyuluhan sesuai dengan tingkat pemahaman pasien, ulangi informasi bila diperlukan
4)      Buat rencana pengajaran multidisipliner yang terkoordinasi, sebutkan perencanaannya.




DAFTAR PUSTAKA
M.Wilkinson Judith.R.Ahern Nancy.2012.Buku saku Diagnosis Keperawatan edisi 9.Jakarta.EGC
Smeltzer,C. Suzanne, dan Bare, G. Brenda. 2001. Buku ajar keperawatanmedikal bedah. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif, et all. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
Muttaqin Arif/ Sari Kumala 2012 “ Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen”Salemba Medika Jakarta