BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Skabies
adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestisasi dan sensitisasi terhadap
sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya.Sinnim dari penyakit ini adalah
kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo.
Penyakit
scabies ini merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal sarcoptes scabei
tersebut, kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli
atau terowongan lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 centimeter.
Akibatnya,
penyakit ini menimbulkan rasa gatal yang panas dan edema yang disebabkan oleh
garukan.Kutu betina dan jantan berbeda. Kutu betina panjangnya 0,3 sampai 0,4
milimeter dengan empat pasang kaki, dua pasang di depan dengan ujung alat
penghisap dan sisanya di belakang berupa alat tajam. Sedangkan, untuk kutu
jantan, memiliki ukuran setengah dari betinanya. Dia akan mati setelah kawin.
Bila kutu itu membuat terowongan dalam kulit, tak pernah membuat jalur yang
bercabang.
Syarat obat
yang ideal adalah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak menimbulkan
iritasi dan toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau mewarnai
pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah.
BAB II
KONSEP MEDIS
A. KONSEP
MEDIS
1.
Pengertian
Scabies
(the itch, gudik, budukan, gatal
agogo) adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap sarcoptes scabiei var.hominis
dan produknya ( Mansjoer, 2000 : 110).
Faktor
penunjang penyakit ini antara lain sosial ekonomi rendah, hygiene buruk, sering
berganti pasangan seksual, kesalahan diagnosis, perkembangan demografis serta
ekologik.
Penyakit
scabies merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal sarcoptes skabei, kutu
tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli atau terowongan
lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 sentimeter.
2.
Epidemiologi
Skabies
ditemukan disemua negara dengan prevalensi yang bervariasi.Dibeberapa negara
yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6 % - 27 % populasi umum dan
cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja. (sungkar, s, 1995).
Ada
dugaan bahwa setiap sikius 30 tahun terjadi epidemi scabies. Banyak factor yang
menunjang perkembangan penyakit ini antara lain social ekonomi yang rendah,
hygiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas (ganti-ganti
pasangan), kesalahan diagnosis dan perkembangan demografi serta ekologi. Selain
itu faktor penularannya bisa melalui tidur bersama dalam satu tempat tidur,
lewat pakaian, perlengkapan tidur atau benda-benda lainnya.
3.
Etiologi
Sarcoptes scabiei termasuk filum
Arthopoda , kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia
disebut Sarcoptes scabiei var. hominis.Kecuali itu terdapat S. Scabiei yang
lainnya pada kambing dan babi.Secara morfologik merupakan tungau kecil,
berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata.Tungau ini
transient, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina
berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan yang jantan
lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron 4 x 150 – 200 mikron. Bentuk dewasa
mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat alat untuk melekat
dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang
jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan
alat perekat.
Siklus hidup tungau ini sebagai
berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan
akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang digali oleh
yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum
korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya
2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50 . Bentuk betina yang
telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya
dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini
dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari
larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4
pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa
memerlukan waktu antara 8 – 12 hari.(Handoko, 2001).
Telur menetas menjadi larva dalam
waktu 3 – 4 hari, kemudian larva meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel
rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit
dewasa. Tungau betina akan mati setelah meninggalkan telur, sedangkan tungau
jantan mati setelah kopulasi. (Mulyono, 1986).
Sarcoptes scabiei betina dapat
hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7 – 14 hari.Yang diserang
adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit pada orang
dewasa.Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat
terserang.(Andrianto dan Tang Eng Tie, 1989).
4.
Klasifikasi
Terdapat beberapa bentuk skabies
atipik yang jarang ditemukan dan sulit dikenal, sehingga dapat menimbulkan
kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk tersebut antara lain (Sungkar, 1995):
a.
Scabies
pada orang bersih(scabies of cultivated).
Bentuk ini ditandai dengan lesi
berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga sangat sukar
ditemukan.
b.
Scabies
nodular
Bentuk ini timbul pada scabies yang
diobati dengan kortikosteroid sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi
tungau tetap ada dan penularan masih bisa terjadi. Skabies incognito sering
juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas
dan mirip penyakit lain.
c.
Scabies
pada bayi dan anak
Pada
bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal.Nodus biasanya
terdapat didaerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan
aksila.Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau
scabies.Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang
ditemukan.Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun
meskipun telah diberi pengobatan anti scabies dan kortikosteroid.
d.
Scabies
terbaring ditempat tidur
Penderita penyakit kronis dan orang
tua yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur dapat menderita skabies yang
lesinya terbatas.(Harahap.M, 2000).
e.
Skabies yang ditularkan melalui hewan.
Di Amerika, sumber utama skabies
adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan skabies manusia yaitu tidak terdapat
terowongan, tidak menyerang sela jari dan genitalia eksterna.Lesi biasanya
terdapat pada daerah dimana orang sering kontak/memeluk binatang kesayangannya
yaitu paha, perut, dada dan lengan.Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi
lebih mudah.Kelainan ini bersifat sementara (4 – 8 minggu) dan dapat sembuh sendiri
karena S. scabiei var. binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada
manusia.
f.
Scabies
Norwegia atau scabies krustosa.
Skabies
Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan krusta,
skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal.Tempat predileksi biasanya
kulit kepala yang berambut, telinga bokong, siku, lutut, telapak tangan dan
kaki yang dapat disertai distrofi kuku.Berbeda dengan skabies biasa, rasa gatal
pada penderita skabies Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular
karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak (ribuan).Skabies Norwegia
terjadi akibat defisiensi imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal membatasi
proliferasi tungau dapat berkembangbiak dengan mudah.
g.
Skabies
pada bayi dan anak.
Lesi skabies pada anak dapat
mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak
kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga
terowongan jarang ditemukan.Pada bayi, lesi di muka.(Harahap.M, 2000).
5.
Patofisiologi
Kelainan kulit dapat disebabkan
tidak hanya dari tungau scabies, akan tetapi juga oleh penderita sendiri akibat
garukan gatal akibat sensitisasi terhadap secret dan ekssekret tungau kurang
lebih sebulan setelah infestasi. Bergandengan tangan atau bersalaman tangan
menyebabkan kontak kulit yang kuat, menyebabkan lesi timbul pada pergelangan
tangan.
Pada
saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul,
vesikel, urtikaria, dll.Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta
dan infeksi sekunder.
6.
Manifestasi klinis
Diagnosis dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal
berikut:
a.
Pruritus
nokturna ( gatal pada malam hari ) karena aktivitas tungau lebih tinggi pada
suhu yang lebih lembab dan panas.
b.
Umumnya
ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya mengenai seluruh anggota keluarga.
c.
Adanya
terowongan ( kunikulus ) pada tempat – tempat predileksi yang berwarna putih
atau keabu – abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata – rata panjang 1
cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi
sekunder ruam kulit menjadi polimorfi ( pustull, ekskoriasi dll). Tempat
predileksi biasanya daerah dengan stratum korneum tipis, yaitu sela – sela jari
tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian
depan, aerola mammae dan lipat glutea, umbilicus, bokong, genitalia eksterna,
dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak
kai bahkan seluruh permukaan kulit. Pada remaja dan orang dewasa dapat timbul
pada kuli kepala dan wajah.
d.
Menemukan
tungau merupakan hal yang paling diagnostic
e.
Pada
pasien dengan hygiene terjaga, lesi yang timbul hanya sedikit sehingga
diagnosis kadangkala sulit ditegakkan. Jika penyakit berlangsung lama, maka dapat
timbul likenifikasi, impetigo, dan furunkulosis.
7.
Pemeriksaan penunjang
Bila
gejala klinis spesifik, diagnostik skabies mudah ditegakkan.Tetapi penderita
datang dengan lesi yang bervariasi, sehingga diagnostik sulit untuk
ditegakkan.Pada umumnya diagnostik klinis ditegakkan bila ditemukan dua dari
empat cardinal sign. Beberapa cara yang digunakan untuk menemukan tungau dan
produknya yaitu :
a.
Kerokan
kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh
ditetesi minyak mineral atau KOH 10% lalu dilakukan kerokan dengan menggunakan
scalpel steril yang bertujuan untuk mengangkat atap papula atau
kanalikuli.Bahan penelitian diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan kaca
penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.
b.
Mengambil
tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum
suntik yang runcing ditusukkan ke dalam terowongan yang utuh dan digerakkan
secara tangensial ke ujung lainnya kemudian dikeluarkan.Bila positif, tungau
terlihat pada ujung jarum sebagai parasit yang sangat kecil dan transparan.Cara
ini mudah dilakukan tetapi perlu keahlian tinggi.
c.
Tes
tinta pada terowongan ( Burrow ink test )
Identifikasi terowongan bisa dibantu
dengan cara mewarnai daerah lesi dengan tinta warna hitam. Papul skabies
dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30 menit. Setelah tinta
tersebut dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut akan terlihat
lebih gelap dibanding kulit disekitarnya, karena akumulasi tinta dalam
terowongan. Tes akan dinyatakan positif bila terbentuk gambaran kanikula yang
khas berupa garis menyerupai bentuk zig-zag.
d.
Membuat
biopsi irisan ( Epidermal shave biopsi )
e.
Diagnosis
pati dapat melalui identifikasi tungau, telur atau skibala melalui mikroskopik.
Ini dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk kemudian
diiris tipis, dan dilakukan irisan superficial secara menggunakan pisau dan
berhati-hati melakukannya agar tidak berdarah. Kerokan tersebut kemudian
diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan minyak mineral yang kemudian
diperiksa dibawah mikroskop.
f.
Uji
tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep
tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli. Setelah dibersihkan dengan
menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut akan
memberikan fluoresensi kuning keemasan pada kanalikuli.
Dari berbagai macam pemeriksaan
tersebut, pemeriksaan kerokan kulit merupakan cara yang paling mudah dan
hasilnya cukup memuaskan. Agar pemeriksaan berhasil, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan, yakni:
a)
Kerokan
harus dilakukan pada lesi yang utuh (papula, kanalikuli) dan tidak dilakukan
pada tempat dengan lesi yang tidak spesifik.
b)
Sebaiknya
lesi yang akan dikerok diolesi terlebih dahulu dengan minyak mineral agar
tungau dan produknya tidak larut,
sehingga dapat menemukan tungau dalam keadaan hidup dan utuh.
c)
Kerokan
dilakukan pada lesi di daerah predileksi.
d)
Oleh
karena tungau terdapat dalam stratum korneum maka kerokan harus dilakukan di
superficial dan menghindari terjadinya perdarahan. Namun karena sulitnya
menemukan tungau maka diagnosis scabies harus dipertimbangkan pada setiap
penderita yang datang dengan keluhan gatal yang menetap.
8.
Penatalaksanaan
Syarat obat yang ideal ialah efektif
terhadap semua stadium tungau adalah tidak menimbulkan iritasi dan tidak
toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah
diperoleh, dan harganya terjangkau.
Jenis obat topical :
a.
Belerang
endap ( sulfur presipitatum) 4- 20 % dalam bentuk salep atau krim
b.
Emulsi
benzyl – benzoate 20 – 25 % efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap
malam selama 3 kali.
c.
Gama
benzene heksa klorida (gameksan) 1% dalam bentuk krim atau losio, termasuk obat
pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan dan jarang
member iritasi.
d.
Krotamiton
10% dalam krim atau losio mempunyai dua efek, sebagai antiskabies dan
antigatal.
e.
Krim
permetrin 5 % merupakan obat yang paling efektif dan aman karena sangat
mematikan untuk parasit sarcopta scabiei dan memiliki toksisitas rendah pada
manusia.
Terdapat beberapa terapi untuk
skabies yang memiliki tingkat efektivitas yang bervariasi.Faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan yang
antara lain umur pasien, biaya pengobatan, berat derajat erupsi, dan factor
kegagalan terapi yang pernah diberikan sebelumnya. Pada pasien dewasa, skabisid
topikal harus dioleskan di seluruh permukaan tubuh kecuali area wajah dan kulit kepala, dan lebih
difokuskan di daerah sela-sela jari, inguinal, genital, area lipatan kulit
sekitar kuku, dan area belakang telinga.
Pada
pasien anak dan scabies berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus dioleskan
skabisid topikal.Pasien harus diinformasikan bahwa walaupun telah diberikan
terapi skabisidal yang adekuat, ruam dan rasa gatal di kulit dapat tetap
menetap hingga 4 minggu. Jika tidak diberikan penjelasan, pasien akan
beranggapan bahwa pengobatan yang diberikan tidak berhasil dan kemudian akan
menggunakan obat anti scabies secara berlebihan. 20 Steroid topikal, anti
histamin maupun steroid sistemik jangka pendek dapat diberikan untuk
menghilangkan ruam dan gatal pada pasien yang tidak membaik setelah pemberian
terapi skabisid yang lengkap.
Edukasi
pada pasien skabies :
a. Mandi
dengan air hangat dan keringkan badan.
b.
Pengobatan
yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan pada
c.
malam
hari sebelum tidur.
d.
Hindari
menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
e.
Ganti
pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur dan
f.
bila
perlu direndam dengan air panas.
g.
Jangan
ulangi penggunaan skabisid yang berlebihan dalam seminggu
h.
walaupun
rasa gatal yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.
i.
Setiap
anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan yang sama dan ikut
menjaga kebersihan
9.
Cara penularan
Cara
penularan :
a.
Kontak
langsung ( kulit dengan kulit ), misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan
hubungan seksual.
b.
Kontak
tak langsung ( melalui benda ) misalnya pakaian,handuk, sprei, bantal, dll.
Penularan biasanya oleh sarcoptes
scabiei betina yang sudah dibuahi atau bentuk larva. Dikenal pula sarcoptes
scabiei var.animalis yang kadang – kadang dap menulari manusia, terutama yang
memiliki binatang peliharaan seperti anjing.
10.
Pencegahan
Untuk melakukan pencegahan terhadap
penularan scabies, orang-orang yang kontak langsung atau dekat dengan penderita
harus diterapi dengan topikal skabisid.Terapi pencegahan ini harus diberikan
untuk mencegah penyebaran scabies karena seseorang mungkin saja telah
mengandung tungau scabies yang masih dalam periode inkubasi asimptomatik.
Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal, handuk
dan pakaian yang digunakan dalam 5 hari
terakhir, harus dicuci bersih dan dikeringkan dengan udara panas karena tungau
scabies dapat hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet dan kain pelapis lainnya
sehingga harus dibersihkan (vacuum cleaner).
11.
Komplikasi
Komplikasi
yang mungkin timbul pada penyakit Scabies adalah :
a.
Pioderma
b.
Furunkulosis
c.
Impetigo
Infeksi
sekunder pada pasien skabies merupakan akibat dari infeksi bakter atau karena
garukan.Keduanya mendominasi gambaran klinik yang ada.Erosi merupakan tanda
yang paling sering muncul pada lesi sekunder.Infeksi sekunder dapat ditandai
dengan munculnya pustul, supurasi, dan ulkus.
Selain itu dapat muncul eritema, skuama, dan semua tanda inflamasi lain
pada ekzem sebagai respon imun tubuh yang kuat terhadap iritasi. Nodul-nodul
muncul pada daerah yang tertutup seperti bokong, skrotum, inguinal, penis, dan
axilla. Infeksi sekunder lokal sebagian besar disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan biasanya mempunyai respon yang bagus terhadap
topikal atau antibiotic oral, tergantung tingkat pyodermanya.
Selain itu, limfangitis dan septiksemia dapat juga terjadi terutama pada
skabies Norwegian, post-streptococcal glomerulonephritis bisa terjadi karena
skabies-induced pyodermas yang disebabkan oleh Streptococcus pyogens.
12.
Prognosis
Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa
menetap untuk beberapa tahun. Pada individu yang immunocompetent, jumlah tungau
akan berkurang seiring waktu. Infestasi
scabies dapat disembuhkan. Seorang individu dengan infeksi scabies, jika
diobati dengan benar, memiliki prognosis yang baik, keluhan gatal dan ekzema
akan sembuh.
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata
b. Riwayat kesehatan
1)
Keluhan
utama
Apakah pasien merasakan gatal
terutama pada malam hari ?
2)
Riwayat
kesehatan sekarang
Apakah pasien mulai merasakan gatal
yang memanas dan kemudian menjadi edema karena garukan akibat rasa gatal yang
sangat hebat ?
3)
Riwayat
kesehatan dahulu
Apakah pasien pernah masuk R.S
karena alergi dan sering barganti pakian dengan orang lain. ?
4)
Riwayat
kesehatan keluarga
Apakah dalam keluarga pasien ada
yang menderita penyakit seperti yang klien alami?
c. Pemeriksaan fisik.
1)
Tanda-tanda
vital
Mengkaji TTV pada pasien secara
rutin.
2)
Keadaan
umum
3)
Keadaan
umum tergantung pada berat ringannya penyakit yang dialami oleh klien dari
komposmentis apatis, samnolen, delirium, spoor, dan koma.
4)
Pemeriksaan
Head to Toe
a)
Kulit
Inspeksi : warna kulit
Palpasi : turgor kulit, ada edema,
ada lesi.
b)
Mulut
Inspeksi : bentuk mulut, lidah, dan
gigi.
c)
Paru
Inspeksi : simetris antara kanan dan
kiri
Palpasi : getaran rocal femitus sama
antara kanan dan kiri
Perkusi : resonan
Auskultasi : normal
d)
Abdomen
Inspeksi : perut datar, simetris
Palpasi : getaran rokal femitus sama
antara kanan dan kiri.
e)
Ekstremitas
Atas : lengkap, tidak ada kelainan.
Bawah : lengkap normal, ada tidaknya
kelainan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.
b. Nyeri akut
berhubungan dengan lesi kulit.
c. Defisiensi
pengetahuan berhubungan dengan inadekuat informasi
3. Intervensi
a.
Nyeri akut
berhubungan dengan lesi kulit.
Tujuan
Dan Kriteria Hasil:
Setelah diberikan asuhan keperawatan
selama 1 x 24 jam pasien memperlihatkan pengendalian nyeri yang dibuktikan oleh
indikator
1) Menganali
awitan nyeri
2) Menggunakan
tindakan-tindakan pencegahan
3) Melaporkan
nyeri dapat dikendalikan
Intervensi
Keperawatan:
1) Minta
pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala (1 sampai 10).
2) Berikan
tindakan perawatan dengan tidak terburu-buru dengan sikap yang mendukung.
3) Ajarkan
penggunaan teknik nonfarmakologis (misalnya umpan balik, biologis,
relaksasi,kompres hangat atau dingin dan masase)
4) Kolaborasi
pemberian obat anlgetik.
b.
Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.
Tujuan
Dan Kriteria Hasil:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24
jam pasien menunjukkan integritas kulit yang dibuktikan indikator sebgai
berikut:
1) Suhu,
elastisitas ,hidrasi, dan sensasi normal
2) Perfusi
jaringan normal
3) Keutuhan
kulit normal
Intervensi
Keperawatan:
1) Inspeksi
danya kemerahan, pembengkakan, atau tanda-tanda dehisisensi atau eviserasi pada
area insisi.
2) Pertahankan
jaringan sekitar terbebas dari drainase dan kelembapan yang berlebihan.
3) Ajarkan
perawatan luka pada pasien atau keluarga
4) Gunakan
unit TENS (transcutaneous electrical nerve stimulating) untuk peningkatan
proses penyembuhan luka jika perlu
c.
Defisiensi
pengetahuan berhubungan dengan inadekuat informasi
Tujuan
Dan Kriteria Hasil:
Setelah diberikan asuhan keperawatan
selama 1 x 24 jam pasien memperlihatkan pengetahauan yang dibuktikan oleh
indikator pasien dan keluarga:
1) Mengidentifikasi
kebutuhan terhadap informasi tambahan tentang program terapi (pencegahan
penularan dan infeksi)
2) Memperlihatkan
kemampuan (menjaga personal hygiene)
Intervensi
Keperawatan:
1)
Periksa
keakuratan umpan balik untuk memastikan bahwa pasien memahami program terapi
dan informasi lainnya yang relevan
2)
Berinteraksi
dengan pasien dengan cara yang tidak menghakimi untuk memfasilitasi
pembelajaran
3)
Berikan
penyuluhan sesuai dengan tingkat pemahaman pasien, ulangi informasi bila
diperlukan
4)
Buat
rencana pengajaran multidisipliner yang terkoordinasi, sebutkan perencanaannya.
DAFTAR PUSTAKA
M.Wilkinson Judith.R.Ahern
Nancy.2012.Buku saku Diagnosis Keperawatan edisi 9.Jakarta.EGC
Smeltzer,C. Suzanne, dan Bare, G. Brenda. 2001. Buku
ajar keperawatanmedikal bedah. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif, et all. 2000. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
Muttaqin Arif/ Sari Kumala 2012 “ Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen”Salemba Medika Jakarta